$3%73.....Serasa d'Jepang

$3%73.....Serasa d'Jepang
$@ku%@

Kamis, 30 Juni 2011

ANALISIS KRITK EKSPRESIF NOVEL JANTERA BIANGLALA

ANALISIS KRITK EKSPRESIF
NOVEL JANTERA BIANGLALA






Tugas ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritik Sastra
Pengampu : Ibu Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum.


Oleh :

1. Anas Charis ( K1209020 / B )
2. Berliana R ( K1209013 / B )
3. Diah Ayu Juni Marhenti ( K1209020 / B )
4. Puput Wulandari ( K1209020 / B )


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ANALISIS KRITK EKSPRESIF

A. Biografi Penulis

Ahmad Tohari, (lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948; umur 61 tahun) adalah sastrawan Indonesia. Ia menamatkan SMA di Purwokerto. Namun demikian, ia pernah mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976).

Ia pernah bekerja di majalah terbitan BNI 46, Keluarga, dan Amanah. Ia mengikuti International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat (1990) dan menerima Hadiah Sastra ASEAN (1995).

Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala adalah novel trilogi, yang melukiskan dinamika kehidupan ronggeng di desa terpencil, Dukuh Paruk. Trilogi itu sangat terkenal. Ia pernah bekerja di majalah terbitan BNI 46, Keluarga, dan Amanah. Ia mengikuti International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat (1990) dan menerima Hadiah Sastra ASEAN (1995).

Karya-karyanya :
* Kubah (novel) (novel, 1980)
* Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982)
* Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985)
* Jantera Bianglala (novel, 1986)
* Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986)
* Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989)
* Bekisar Merah (novel, 1993)
* Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995)
* Nyanyian Malam (kumpulan cerpen, 2000)
* Belantik (novel, 2001)
* Orang Orang Proyek (novel, 2002)
* Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004)
* Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (novel bahasa Jawa, 2006; meraih Hadiah Sastera Rancagé 2007)

Karya-karya Ahmad Tohari telah diterbitkan dalam bahasa Jepang, Tionghoa, Belanda dan Jerman. Edisi bahasa Inggrisnya sedang disiapkan penerbitannya.

B. Pengertian Kritik Ekspresif

Istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani, yaitu krites yang berarti ”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi”; kriterion yang berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kasustraan” (Baribin, 1993:1, dikutip dari www.detektif-pujangga.blogspot.com).
Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni (Sudiman, 1993:2, dikutip dari www.detektif-pujangga.blogspot.com)
Abrams dalam Pengkajian sastra (2005:57, dikutip dari www.detektif-pujangga.blogspot.com), mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian karya sastra.
Pengertian kritik sastra di atas tidaklah mutlak ketetapannya, karena sampai saat ini, belum ada kesepakatan secara universal tentang pengertian sastra. Namun, pada dasarnya kritik sastra merupakan kegiatan atau perbuatan mencari serta menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan kritikus dalam bentuk tertulis.
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam kritik sastra. Salah satunya adalah pendekatan kritik ekspresif. Kritik ekspresif (expressive critism) memandang karya sastra terutama dalam hubungannya dengan penulis sendiri. Kritik ini mendefinisikan karya sastra sebagai sebuah ekspresi, curahan, atau ucapan perasaan, atau sebagai produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan perasaannya.
Kritik ini cenderung untuk menimbang karya sastra dengan kemulusan, kesejatian, atau kecocokannya dengan visium (penglihatan batin) individual pengarang atau keadaan pikirannya. Sering kritik ini melihat ke dalam karya sastra untuk menerangkan tabiat khusus dan pengalaman-pengalaman pengarang yang secara sadar atau tidak telah dibukakan ke dalam karyanya. Pandangan semacam ini diperkembangkan terutama oleh kritikus romantik, dan secara luas berlaku di masa kini (Pradopo, 1997:27).

C. Analisis Novel Jantera Bianglala Karya Ahmad Tohari

Dalam Kritik ekspresif mempunyai titik tekan yang berpangkal pada latar belakang kehidupan pengarang, kesadaran dan wawasan budayanya, proses kreatif dan responnya terhadap problem dasar kehidupan manuasia.
Sehingga dalam penulisan novel Jantera Bianglala ini pengarang menggambarkan responnya terhadap problem dasar kehidupan manusia yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Banyaknya kejadian yang ada di sekitar tempat tinggal pengarang, menumbuhkan ide penulisan Novel Jantera Bianglala yang merupakan sebuah gagasan dari Ahmad Tohari yang menggambarkan kehidupan dan kegiatan sehari-hari perjalanan hidup seorang Ronggeng di Dukuh Paruk. Perjalanan hidup dan perjuangan seorang Ronggeng yang sangat berliku. Novel ini di ceritakan dengan jelas sehingga seperti keadaan nyata yang sebenarnya.
Tempat dimana Ahmad Tohari tinggal, masyarakatnya pada umumnya adalah seorang petani yang taat pada ajaran islam yang ada. Bisa dibilang keadaan masyarakatnya santun, walaupun pada kenyataannya masih banyak juga terpengaruh oleh ajaran agama lainnya. Ajaran agama lain masih sangat membekas dalam benak masyarakat dimana Ahmad Tohari tinggal. Keadaan masyarakat yang demikian tercermin dalam novel Jantera Bianglala.
Latar belakang kehidupan Ahmad Tohari mempengaruhi proses penciptaan novel Jantera Bianglala. Dalam novel ini ada bagian cerita yang menyangkut dirinya dan keluarganya melalui pengalaman-pengalaman semasa kecil hingga dewasa. Pandangan dunia Ahmad Tohari berhubungan erat dengan struktur novel Jantera Bianglala. Pandangan hidupnya yang tidak menyerah begitu saja pada nasib sebelum ia berusaha tercermin pada novel ini melalui tokoh Rasus. Rasus yg pada awalnya percaya pada nasib pedukuhannya, akhirnya dia sadar dan berusaha mengubah Dukuh Paruk yang dalam keadaan memprihatinkan masih percaya pada hal-hal yang mistik dan belum ada norma yang mengatur, kemudian dia mengubah pedukuhan menjadi keadaan yang sesuai dengan norma agama Islam.

Gaya bahasa dalam novel Jantera Bianglala yaitu banyak perpaduan atau campuran. Pengarang banyak menggunakan bahasa Jawa ditengah- tengah bahasa Indonesia. Ini sesuai kenyataan kehidupan sehari-hari pengarang maupun msyarakat Jawa umumnya.

Sinopsis

Dukuk Paruk menjadi karang abang pada awal tahun 1966. Cukup berpengalaman dengan kegetiran kehidupan, dengan kondisi-konddisi yang bersahaja, kemiskinan, kebodohan sepanjang masa. Peristiwa politik telah menggoncangkan orang-orang Dukuh Paruk kini tinggal puing-puingnya saja. Rumahnya terbuat dari pohon singkong yang ditutupi dengan rumput dan daun pisang kering.
Namun Dukuh Paruk dapat bernafas pertama ketika Sakarya kamitua penduduk pulang. Sakarya pulang dari tahanan selama dua minggu. Tetapi mereka masih gelisah karena orang kebanggaannya yaitu Srintil masih belum kembali ke Dukuh Paruk.
Ada rumah yang masih tersisa ketika Dukuh Paruk terbakar yakni rumah nenek Rasus. Nenek Rasus kini sakit keras karena rindu dengan cucunya. Rasus sudah lebih dari empat tahun telah meninggalkan Dukuh Paruk.
Kini Rarus telah menjadi seorang tentara. Rasus berkirim surat kepada Sersan Pujo, yang menjadi komandan markas perwira urusan territorial di Kecamatan Dawuan. Peristiwa tentang tanah kelahirannya ia ketahui dari Sersan Pujo. Menurut kabar yang disampaikan Sersan Pujo melalui telegram, nenek Rasus masih hidup dan sekarang dalam keadaan sakit. Maka atas izin Sersan Pujo kini Rasus pulang ke Dukuh Paruk.
Sesampai di rumah Rasus disambut warga Dukuh Paruk dengan tetsan air mata. Hal itu menandakan rasa haru, sedih, takut, senang dan berbaur menjadi satu. Tetapi hati Rasus disambut Sakarya,Kertareja, dan orang-orang Dukuh Paruk lainnya.
Rasus menanyakan keadaan orang-orang di desanya tentang keselamatan mereka semua. Akan tetapi tak ada seorang pun yang berani menjawab. Hanya Sakarya yang berani menjawab. Malam harinya hampir semua orang Dukuh Paruk berkumpul di rumah nenek Rasus. Mereka masih menjaga sampai larut malam. Setelah tengah malam tinggal beberapa orang saja tinggal di rumah nenek Rasus yaitu Rasus, Sakarya, Kertareja. Tetapi tiba-tiba Rasus mencium bau mayat. Kemudian tak seberapa lama kemudian neneknya meninggal dunia.
Keesokan harinya semua orang Dukuh Paruk berjalan mengiringi jasad nenek Rasus. Tak seorangpun yang tertinggal di rumahnya. Setelah menguburkan jenazah neneknya, Rasus kemudian mendapat titipan pesan dari Sakarya. Rasus mendapat pesan dari Sakarya untuk mencari cucunya yaitu Srintil. Ia telah lama tidak berada di Dukuh Paruk. Sakarya juga menitipkan sejumlah harta kekayaan Srintil kepada Rasus. Harta tersebut disimpan di makam Eyang Secamenggala. Kemudian kembalilah Rasus untuk menjalankan tugasnya.
Suatu saat Srintil yang diidam-idamkan oleh orang-orang Dukuh Paruk pun tiba. Keluarga Sakarya sangat merindukan cucunya itu. Orang-orang Dukuh Paruk pun kembali menjatuhkan pundak-pundak yang berat, bersimbah air mata. Orang-orang Dukuh Paruk kembali berkumpul di rumah Sakarya. Pandangan Srintil tertuju pada anak asuhnya yaitu Goder. Goder adalah anak Tampi yang dipungut dahulu. Mula-mula Goder tidak mau dengan Srintil akan tetapi dengan penjelasan Tampi akhirnya diapun mau ikut dengan Srintil. Bahkan semakin ahari semakin akrab dengan Srintil.
Berita tentang kepulangan Srintil merambat sampai ke pasar Dawuan. Berita itu menyebar melalui Nyai Kertareja. Hal itu diperkuat dengan kemunculan Srintil di pasar Dawuan. Tetapi kali Srintil ini tidak sendirian melainkan dengan Goder anak Tampi. Tak seorangpun berani menggoda seprti biasanya. Hanya Babah Gemuk yang menggoda. Itupun tidak dihiraukan oleh Srintil. Pandangan itu dirasakan Srintil seperti bambu yang menusuk jantung. Demikian compang-camping citra diri Srintil,sehingga orang pasar di pasar Dawuan atau siapa saja tidak mampu mengambil sikap jujur dan wajar terhadap perilaku dia yang baru pulang dari pengasingan.
Pada tahun 1969 Dukuh Paruk masih tetap miskin dan bodoh. Dukuh Paruk banyak kehilangan ciri utamanya. Tak ada lagi suara calung, ronggeng serta makam Ki Secamenggala yang menjadi anutan tak terawat. Hanya Sakarya yang masih berani berkunjung ke cungkup Dukuh Paruk. Tak seberapa lama Sakarya kamitua Dukuh Paruk pun meninggal dunia.Dukuh Paruk makin lusuh dan ringkih, begitu juga Srintil bintang panggung yang meski telah dicabik-cabik. Dialah satu-satunya tempat bernaung tetapi kehadiran Goder lebih bermakna dalam hidup Srintil.
Suatu hari Nyai Kerjareja meninggalkan Dukuh Paruk untuk pergi ke Wanakeling menemui Marsusi. Keinginannya pun tercapai. Ia bertemu dengan Marsusi, untuk membicarakan masalah Srintil. Setelah mendengar berita dari Nyai Kertareja, Marsusi terus mencari keterangan tentang Srintil. Keterangan itu dia dapat dari Nyai Kertareja. Nyai Kertareja terus mendekati Srintil, demi rencananya tercapai. Sudah sejak lama Marsusi mempunyai hasrat kepada Srintil untuk menjadi pendampingnya. Lebih-lebih kini Marsusi tidak lagi mempunyai isteri. Keinginan itu semakin kuat dalam batinnya.
Dua hari kemudian Marsusi berdiri di bawah pohon di tepi jalan besar yang menuju pasar Dawuan. Marsusi menunggu Srintil. Serasa setahun lamanya ia menunggu Srintil, meski hanya beberapa jam saja ia menunggu. Setelah melihat kedatangan Srintil ia pun menawarkan diri untuk membonceng Srintil. Marsusi kemudian membonceng Srintil untuk melapor ke Dawuan. Sebelumnya telah Marsusi kepada petugas yang bernama Darman. Srintil melapor dan cap jempol dengan diantar Marsusi.
Setelah selesai melapor Marsusi mengantar Srintil ke Dukuh Paruk. Tetapi mampir ke Wanakeling dulu. Rencana itu tanpa sepengetahuan Srintil, sehingga Srintil tidak mau. Di tengah perjalanan di sebuah hutan jati ia menjatuhkan diri. Dari boncengan Marsusi. Akibatnya beberapa bagian kaki Srintil terluka. Ia berjalan terpincang-pincang untuk bersembunyi. Tetapi tanpa sepengetahuannya ia diikuti oleh tiga pencari kayu bakar yang kebetulan mengetahui Srintil.
Lain halnya dengan Marsusi, sejak Srintil hilang dari jok belakang motornya, berbagai perasaan memusingkan kepalanya. Marsusi mencari Srintil, akhirnya ketemu. Tetapi dia tidak mau diantar oleh Marsusi. Secara kebetulan, ada orang pecikalan yang lewat hutan itu. Atas permintaan Marsusi dan Srintil, akhirnya orang Pecikalan mau mengantar Srintil pulang.
Seorang anak Dukuh Paruk melihat rombongan para pengukur tanah yang akan mengukur tanah untuk digunakan saluran pengairan dan bendungan. Rombongan tersebut dipimpin oleh Bajus, yang terdiri dari Tamir, Kusen, dan Diding. Pandangannya semua tertuju pada sebuah Dukuh yang tak lain adalah Dukuh Paruk. Kadang-kadang pikirannya tidak mengarah pada sasaran melainkan diarahkan pada seorang perempuan kembang Dukuh Paruk.
Pada hari ketiga Bajus dan anak buahnya mencari kedai minuman. Di sana ia mendapat keterangan bahwa perempuan itu adalah Srintil yang merupakan ronggeng Dukuh Paruk. Atas penjelasan tersebut Tamir dan Diding, anak buah Bajus, pergi ke Dukuh Paruk yang sangat sepi tersebut, pada malam itu juga. Ia pergi untuk menemui Srintil. Mereka langsung masuk ke rumah Nyai Kertareja. Keduanya diajak ke rumah Srintil. Tapi keduanya mendapat jawaban yang sama sekali tidak diduganya seperti yang dialami oleh Marsusi. Srintil mengatakan bahwa dia tidak meronggeng. Bahkan keduanya dipanggil “adik” oleh Srintil. Akhirnya keduanya pulang dengan membawa kekecewaan terutama Tamir.
Musim kemarau pun tiba. Ini merupakan kebanggaan bagi Sakum dan anak-anaknya. Karena mereka dapat mencari jangkrik untuk dijual. Sebaliknya yang terjadi pada Srintil saat itu kedatangan pejabat desa mengantarkan undangan perihal tanah atas nama Goder. Kemudian Srintil dan Goder pergi ke balai desa untuk menerima uang ganti rugi tanah tersebut. Tapi ia menerima paling akhir, saat itu pun ia berkenalan dengan Bajus dari Jakarta.
Perkenalan Srintil dengan Bajus berlanjut dengan baik. Hal itu terbukti dengan datangnya Bajus ke rumah Srintil. Ini membuat Srintil dalam puncak kebimbangan. Harus bagaimana ia menyambut tamu dari Jakarta.
Pagi hari selanjutnya Srintil menyuruh Sakum berbelanja ke pasar Dawuan untuk menyambut tamunya. Sakum mengamati perubahan pada diri Srintil. Ia telah kehilangan Indang ronggengnya yang telah dimiliki dahulu. Hal itu membuat menangis karena senang. Srintil mau menjadi perempuan somahan.Sakum pergi ke pasar Dawuan sementara itu Srintil pergi ke pancuran. Sepulang dari sana Srintil mampir ke rumah Tampi mengambil Goder.
Sakum menarik perhatian orang-orang karena ia berbelanja buah-buahan banyak sekali. Tidak ketinggalan pula Babah Gemuk bertanya tentang kabar Srintil. Ia akan menghadiahi Srintil berbagai alat kecantikan, demikian juga pedagang lainnya. Setelah cukup, Sakum pulang. Dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan Rasus. Keduanya pun bercakap panjang lebar tentang Srintil dan kematian Sakarya, termasuk hilangnya keris Jaran Guyang yang merupakan pusaka ronggeng Dukuh Paruk yang sudah turun-temurun.
Srintil sudah menyelesaikan semua pekerjaan. Hatinya gelisah, ia was-was dengan Sakum yang belum datang dari pasar. Srintil menatap lorong yang akan dilalui oleh Sakum. Ia pun lega tatkala melihat Sakum telah dating. Ia heran karena Sakum datang dengan tentara yang tak lain adalah Rasus.
Rasus menuju rumahnya, sebuah gubuk yang tidak terurus. Ia disambut oleh Nyai dan Aki Kartareja. Ketika mendengar percakapan anak-anak Dukuh Paruk, ia pun keluar untuk menemuinya. Ia menyuruh anak-anak ke pasar Dawuan membeli layang-layang lengkap dengan benangnya yang tak lain untuk mereka. Untuk anak perempuan dibelikan bola karet. Anak-anak dan orang Dukuh Paruk mengerumuni Rasus.
Srintil masih dalam keadaan bimbang. Ia duduk seorang diri merasakan perihnya hati seperti ditarik-tarik oleh dua kekuatan yang berlainan. Akhirnya, Srintil berlari menuju orang-orang yang mengerumuni Rasus. Kemudian keduanya merasakan ada yang aneh pada dirinya. Mereka pulang bersama ke rumah Nyai Sakarya, kemudian Rasus pergi ke pancuran.
Pulang dari pancuran sudah tersedia dua piring nasi kiriman dari Srintil, yang lengkap dengan buah-buahan. Setelah itu Rasus kembali bermain dengan anak-anak Dukuh Paruk.
Tamu yang ditunggu-tunggu Srintil datang. Bajus datang bersama Tamir dan Diding. Srintil pun menyambutnya walau kurang semangat. Dia agak sakit dan pikirannya bingung. Srintil tidak jadi pergi, hanya mengobrol saja di rumah. Karena sakitnya, Srintil tidak berbicara dengan lancar.
Tibalah saatnya Rasus harus meninggalkan kampung halaman. Ia harus kembali bertugas. Kini ia bertugas di Kalimantan.
Tahun 1970 Dukuh Paruk berubah jadi gemuruh. Itu beraasal dari truk besar serta para pekerja yang mengerjakan aliran air dan bendungan. Rumah Srintil akhirnya sering didatangi orang proyek salah satunya adalah Bajus.

Suatu hari Srintil dan Goder diajak bertamasnya oleh Bajus. Ia pun mengambil beberapa gambar Srintil. Pikiran Srintil pun kini berubah. Dia ingin membeli sebuah rumah yang layak. Selang beberapa hari Srintil membeli rumah jati di Dawuan, bekas rumah seorang petani. Hubungan Srintil dengan Bajus semakin akrab. Tapi tak sekali pun Bajus menyinggung tentang pernikahan.
Februari 1971 Nyai Kertareja dan Srintil berangkat ke Dawuan untuk menghadiri rapat bersama Bajus. Srintil disewakan sebuah hotel sementara Bajus menghadiri rapat. Bajus menunggu seseorang dari Jakarta, yaitu Pak Blengur. Kemudian ketiganya menghadiri rapat. Dalam rapat tersebut Bajus memperoleh proyek yang kecil, sehingga cukup ditangani oleh Bajus saja. Proyek itu berada di Dukuh Paruk.
Sepulang dari rapat, Blengur dan Bajus bercakap-cakap mengenai penginapan malam itu dan seperti biasa lengkap dengan wanita penghiburnya. Kemudian Bajus mengeluarkan foto Srintil dua lembar.
Pak Blengur dan Bajus pergi ke penginapan tempat Srintil. Saat itu udara dingin. Blengur ingin mandi dengan air hangat. Akan tetapi tidak ada air hangat. Sehingga ia kembali ke villa. Sepeninggal Blengur Bajus menemui Srintil, agar Srintil mau menolong Bajus. Srintil disuruh menemani Pak Blengur layaknya suami isteri. Srintil terperanjat setengah mati karena perkataan Bajus yang telah banyak menolong dirinya. Bahkan Srintil mulai jatuh hati padanya.
Berbagai cara ditempuh Bajus agar Srintil mau menemani bosnya meskipun hanya satu malam saja. Sampai Bajus mengungkit kembali masalah politik yang menyangkut Srintil sebagai bekas tahanan politik yaitu PKI. Namun cara itu tak dapat mengubah tekad Srintil. Setiap Bajus ingin melaksanakan kehendaknya, ia tetap gagal.
Akhirnya Bajus menemukan cara agar tidak mengecewakan majikannya. Ia berbohong bahwa Srintil sedang datang bulan kepada Pak Blengur.
Bajus melangkah menemui Pak Blengur agak ragu, sambil mengemukakan alasan sesuai rencananya. Ternyata tidak seperti dugaannya, Pak Blengur tidak melaksanakan niatnya karena ia melihat Srintil benar-benar ingin menjadi wanita somahan. Malah Pak Blengur mengeluarkan amplop yang berisi uang untuk diserahkan kepada Srintil sebagai hadiah darinya.

Sesampai di hotel tempat Srintil, Bajus menjumpai Srintil masih dalam posisi yang ganjil. Srintil seolah-olah seperti mayat hidup. Bajus mengambil inisiatif untuk mengantarkan Srintil pulang ke Dukuh Paruk.
Sementara itu, sudah beberapa tahun Rasus bertugas di Kalimantan. Hari libur pun telah tiba. Semua teman Rasus sudah berbelanja untuk anak isterinya, paling tidak untuk pacar dan keluarganya. Mereka semua sudah merindukan keluarganya. Lain halnya dengan Rasus, ia tidak membeli sesuatu pun karena tidak punya siapa-siapa selain tanah kelahirannya, sehingga ia memilih libur yang paling akhir.
Rasus pulang ke rumah Nyai Sakarya. Dia menjumpai Srintil yang amat menyakitkan hatinya karena Srintil sudah menjadi gila semenjak di hotel bersama Bajus dan Pak Blengur. Bajus tidak mengawininya karena ia telah impoten akibat kecelakaan di Jatiluhur. Segala usaha telah dicoba demi kesembuhan Srintil tapi tak ada hasilnya.
Rasus langsung mendobrak pintu tempat Srintil berada dan melepas segala ikatannya. Tetapi Srintil tidak lagi mengenali Rasus. Kemudian Rasus pulang ke gubuknya dan sholat mendoakan Dukuh Paruk dan Srintil. Pagi-pagi sesaat matahari terbit, Rasus telah berpakaian rapi. Kemudian berangkat ke rumah Srintil untuk memandikannya. Srintil kemudian didandani oleh Nyai Kertareja. Kemudian Srintil dibawa Rasus ke rumah sakit jiwa. Di sepanjang jalan orang di pasar Dawuan dan di dalam bis selalu memperhatikannya.
Sesampai di rumah sakit jiwa, Rasus dimintai keterangan oleh Kepala Bangsal tentang Srintil, Rasus menjawab bahwa Srintil adalah calon isterinya. Demikianlah akhirnya Srintil tidak lagi menjadi ronggeng Dukuh Paruk melainkan telah menjadi perempuan somahan milik Rasus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar