$3%73.....Serasa d'Jepang

$3%73.....Serasa d'Jepang
$@ku%@

Kamis, 30 Juni 2011

MALAM JAHANAM

MALAM JAHANAM


Tugas Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritik Sastra
Pengampu : Drs. Edi Suryanto, M.Pd

Oleh :

1. Diah Ayu Juni Marhenti ( K1209020 / B )
2. Rahayu Astrini ( K1209056 / B )
3. Sekar Ningtyas DP ( K1209064 / B )
4. Syarifudin ( K1209066 / B )
5. Zurni Masrurotin ( K1209078 / B )


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010


A. DATA LENGKAP
Judul : Malam Jahanam
Pengarang : Motinggo Busye
Sutradara : Fathimah Zahra
Tempat : Aula Gedung E Lantai III FKIP UNS
Waktu : Pukul 19.30 WIB
Hari, tanggal : Minggu, 24 Oktober 2010

B. INTI CERITA
Di sebuah daerah tepatnya dipinggiran laut, terdapat sebuah perkampungan nelayan. Disitulah keluarga Toyib bermukim. Kelurga yang dikepalai oleh Toyib (suami), Minah (istri), Toyib kecil (anak), dan Ucrit (adik Minah). Setiap harinya, pekerjaan Toyib hanya berjudi, dan mengurus burung-burung kesayangannya tanpa sedikitpun memperhatikan keluarganya. Malam itu, Minah dengan gelisah menunggu kedatangan Toyib yang tak kunjung pulang karena hari sudah gelap, sedangkan sakit anaknya semakin bertambah parah. Parman, sang tetangga yang juga sahabat dari Toyib selalu mendengar keluh kesah Minah. Parman sudah berusaha mengingatkan Toyib, tapi yang ada dipikiran Toyib hanya masalah burung yang ia bangga-banggakan itu. Hal itu yang membuat Minah semakin geram pada suaminya, sehingga sering terjadi pertengkaran diantara mereka.
Dalam diri Toyib sebenarnya ada kebimbangan tentang anaknya. Dulu ia diisukan seorang yang mandul. Tapi kini ia dengan bangga memamerkan bahwa ia telah mempunyai anak dan seorang istri yang cantik. Setiap kali Toyib menceritakan itu pada Parman, Parman selalu iri dan bosan dengan ocehan Toyib. Sampai suatu ketika mereka membahas burung kesayangan Toyib. Saat itulah permasalahan dimulai. Toyib yang tidak mendapati burung beo nya di dalam sangkar langsung memarahi Minah. Toyib sangat marah dan berjanji akan membunuh orang yang telah membunuh burungnya.
Minah yang ketakutan mengadu pada Parman, dan Parman berjanji akan melindungi Minah. Tidak lama kemudian, terbongkarlah semua rahasia yang telah disembunyikan rapat-rapat oleh Minah dan Parman. Akhirnya Parman mengatakan semua yang telah ia lakukan, bahwa ia yang telah membunuh burungnya. Dan ia pula ayah kandung dari Toyib kecil. Toyib sangat marah pada mereka. Padahal ia sudah membangga-banggakan istri dan anaknya pada siapapun setiap kali ia bermain judi. Karena kemarahan itu, terjadilah suatu pertengkaran diantara keduanya. Ucrit yang membantu Toyib akhirnya tewas di tangan Parman. Dan Parman sendiri berhasil melarikan diri. Sedangkan Toyib kembali pada Minah, akan tetapi Toyib kecil tidak dapat diselamatkan karena sakit yang dideritanya.

C. UNSUR EKSTRINSIK
1. Latar Belakang Pengarang

Motinggo Busye yang bernama asli Bustami Djalid (lahir di Kupangkota, Bandar Lampung, 21 November 1937 – meninggal di Jakarta, 18 Juni 1999 pada umur 61 tahun) adalah seorang sutradara dan seniman Indonesia. Motinggo lahir dari pasangan Djalid Sutan Raja Alam dan Rabi'ah Ja'kub yang berasal dari Minangkabau. Ibunya berasal dari Matur, Agam dan ayahnya dari Si cincin, Padang Pariaman. Setelah menikah, mereka berdua pergi merantau ke Bandar Lampung. Disana ayahnya bekerja sebagai klerk KPM di Kupangkota, sedangkan ibunya mengajar agama dan Bahasa Arab. Ketika usianya mendekati 12 tahun, kedua orang tuanya meninggal dunia. Sepeninggal orang tuanya, Motinggo diasuh neneknya di Bukittinggi hingga ia menamatkan SMA disana. Motinggo kemudian melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (tidak tamat).
Nama dan Gelar, Motinggo merupakan nama pena Bustami yang berasal dari Bahasa Minang: mantiko. Kata tersebut memilki makna antara sifat bengal, eksentrik, suka menggaduh, kocak, dan tak tahu malu. Namun mantiko dalam diri Motinggo bukanlah berkonotasi negatif. Untuk itu dia menambahkan kata bungo (bunga) dibelakang nama samarannya itu, sehingga lengkap tertulis Mantiko Bungo (MB). Dari inisial MB inilah akhirnya berkembang nama Motinggo Busye. Selain nama pena dan nama pemberian orang tua, sesuai Adat Minangkabau, Motinggo juga memilki nama dewasa (gelar) yaitu Saidi Maharajo.
Awal karier Motinggo dalam dunia tulis menulis, dimulai ketika perwira Jepang Yamashita datang ke rumahnya memberi mesin ketik. Mesin itu akhirnya menjadi sahabat Motinggo untuk mencurahkan ide-idenya. Selain itu, persentuhannya dengan buku-buku sastra Balai Pustaka, telah menumbuhkan minatnya untuk terjun di dunia sastra. Dramanya, Malam Jahanam (1958), mendapat Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama Bagian Kesenian Departemen P & K tahun 1958 dan cerpennya, "Nasehat buat Anakku", mendapat hadiah majalah Sastra tahun 1962. Karya-karyanya banyak diterjemahkan ke bahasa asing, antara lain Bahasa Ceko, Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Korea, Jepang, dan Mandarin. Sebagai penyair, karya-karyanya masuk dalam antologi penyair Asia (1986) dan antologi penyair dunia (1990). Sepanjang hidupnya Motinggo telah menulis lebih dari 200 karya yang sampai saat ini masih tersimpan di Perpustakaan kongres di Washington, D. C.. Pernah menjadi redaktur kepala Penerbitan Nusantara (1961-1964) dan Ketua II Koperasi Seniman Indonesia. Selain terlibat dalam dunia sastra dan drama, Motinggo juga menyukai melukis. Pada tahun 1954, sebuah pameran lukisan di Padang pernah menampilkan 15 lukisan karya Motinggo. Contoh hasil karyanya :
1. Malam Jahanam (novel, 1962)
2. Badai Sampai Sore (drama, 1962)
3. Tidak Menyerah (novel, 1963)
4. Hari Ini Tak Ada Cinta (novel, 1963)
5. Perempuan Itu Bernama Barabah (novel, 1963)
2. Properti :
• Rumah gubuk
• Jemuran
• Jala
• Burung dan sangkarnya
• Golok
• Kursi panjang (lincak)
• Lighting (pencahayaan)
• Instrumen musik : kendang, gitar, biola.
3. Tata Panggung
Dalam pementasan tersebut, tata panggung sudah sesuai dengan lokasi dalam cerita, yaitu di perkampungan nelayan. Sehingga penonton memperoleh gambaran langsung seperti cerita aslinya.
4. Tata Rias dan kostum
Dalam pementasan tersebut, kostum dan tata rias para pemain sudah sesuai dengan karakter tokoh cerita. Tata rias dan kostum tersebut mampu menggambarkan karakter dan watak lakon dalam cerita. Sehingga, penonton tidak mampu mengenali wajah asli dari pemain.

D. UNSUR INTRINSIK
1. Penokohan dan Perwatakan
• Minah (istri Toyib) diperankan oleh Wahyu.
Watak : keras, tabah, penakut, perhatian.
• Toyib (suami Minah) diperankan oleh Yoga.
Watak : sombong, penyayang burung.
• Parman (tetangga Minah & Toyib) diperankan oleh Dimas.
Watak : pengecut, mudah tergoda, merasa hebat.
• Ucrit (adik Minah) diperankan oleh Cahya.
Watak : keterbelakangan mental, periang.
• Tukang Pijat diperankan oleh Rodin.
Watak : bijak.
• Penyanyi dangdut diperankan oleh Putri dan Ningrum.
Watak : seksi, menggoda.
Kru Musik :
• Luqman
• Faisal Muh Ns
• Rizki ‘tower’
• Yunita
• Niken
• Asri (MC)

2. Alur
Menggunakan alur maju – mundur

3. Setting (latar)
a. Waktu : malam hari, remang-remang
b. Tempat : di perkampungan nelayan, di rumah Toyib, di rumah Parman
4. Amanat
Dalam diri manusia pasti ada jahanamnya. Hanya saja ada yang sanggup dan tidak sanggup menjalankannya. Sebagai seorang manusia kita harus bisa menahan amarah dan hawa nafsu. Kita juga harus bertindak jujur, mensyukuri yang telah kita miliki, berani bertanggung jawab terhadap perbuatan yang telah dilakukan, serta setia pada pasangan dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
5. Gaya Bahasa
• Sarkasme : Kurang ajar !
Si Ucrit sinting !
Babi !
• Peyorasi : Kau tidak bangga punya bini cantik ha ?
Kenapa kau tak kawin saja Man ?

E. Keberhasilan pementasan “ Malam Jahanam”
Secara keseluruhan pementasan “Malam Jahanam” sudah berhasil, meskipun masih ada beberapa kekurangan. Keberhasilan pementasan tersebut dapat dilihat dari hal – hal berikut :
a. Waktu pelaksanaan pementasan drama yang tepat, yaitu pada malam hari yang sesuai dengan judul drama yang dipentaskan.
b. Amanat yang terkandung dalam drama tersebut dapat tersampaikan dengan baik.
c. Penataan tempat / setting sudah tepat dan sesuai dengan cerita.
d. Tata panggung dan peran masing – masing tokohnya mampu membangun suasana yang sesuai dengan isi cerita.
e. Lighting (pencahayaan) diatur dengan baik. Misalnya saat sedang ada 2 tokoh di panggung, lampu diredupkan dan hanya menyorot pada 2 tokoh tersebut.
f. Rangkaian cerita, tata panggung, tata musik dan beberapa alat yang digunakan mampu menarik perhatian dan menghibur penonton.
g. Instrumen musik yang digunakan mendukung suasana cerita yang disajikan.
h. Masing – masing tokoh menguasai jalannya cerita dan bermain sesuai peran masing - masing.
i. Sebelum memasuki tempat pementasan, penonton disambut dengan suasana yang mendukung jalannya pementasan.
Beberapa kekurangan yang terdapat dalam pementasan :
a. Ada tokoh yang terpengaruh penonton sehingga kurang konsentrasi.
b. Tempat pementasan kurang luas, sehingga suasana menjadi panas dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi penonton.
c. Dalam pementasan tersebut, suara tangis bayi Minah diperdengarkan di luar rumah, padahal bayi berada di dalam rumah. Sehingga konsentrasi penonton bukan kepada rumah tetapi pada sumber suara, yaitu kru musik.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Motinggo_Busye


Lampiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar