$3%73.....Serasa d'Jepang

$3%73.....Serasa d'Jepang
$@ku%@

Kamis, 30 Juni 2011

Penerapan Pendekatan Kontekstual pada Pembelajaran Drama Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA

Penerapan Pendekatan Kontekstual pada Pembelajaran Drama
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar Pembelajaran
Pengampu : Ibu Suwalni


Oleh :

Diah Ayu Juni Marhenti ( K1209020 / B )



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hakikat pembelajaran sastra, menurut Robert E.Probst, “haruslah memampukan siswa menemukan hubungan antara pengalamannnya dengan cipta sastra yang bersangkutan. Sehubungan dengan sastra yang memberikan
sumbangan untuk pendidikan secara utuh.Tugas utama pembelajaran sastra adalah memperkenalkan anak didik dengan sederetan kemajuan yang ingin dicapai.Tujuan utama pembelajaran sastra adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman bersastra. Apalagi pembelajaran drama pada siswa SMA, mereka dianggap telah mampu berimajinatif lebih tinggi sehingga lebih fokus dalam bermain drama, tentunya dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya.
Drama yaitu tiruan kehidupan menusia yang diproyeksikan di atas pentas, dalam drama menyampaikan sebuah cerita umumnya mengenai konflik kemanusiaan dengan menggunakan dialog atau gerak sebagai alat untuk diperankan pemain drama di atas panggung,
Tentunya dalam pembelajaran drama menggunakan metode pendekatan yang sesuai dan menunjang pembelajaran siswa yaitu dengan pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Penerapan pendekatan kontekstual dalam drama yaitu dengan drama siswa mampu belajar menjadi pribadi orang lain untuk memperagakan sifat dan karakter orang lain dan itu sangat sulit jika kita tidak belajar bagaimana kita belajar menempatkan diri menjadi pribadi orang lain. Dengan pendekatan inilah dapat membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari suatu permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks yang lain

B. Tujuan
1. Mengetahui pembelajaran menulis teks drama dan pementasan drama.
2. Mengetahui tentang pendekatan kontekstual.
3. Mengetahui penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran drama di SMA menggunakan asas permodelan.

C. Rumusan masalah
1. Bagaimana pembelajaran menulis teks drama dan pementasan drama ?
2. Apa yang dimaksud pendekatan kontekstual ?
3. Bagaimana penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran drama di SMA menggunakan asas permodelan ?



BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

1. Pembelajaran Menulis Teks Drama dan Pementasan Drama
Drama berasal dari kata “dramoi” (bahasa Yunani) yang berarti menirukan, action dalam bahasa Inggris. Dalam penngertian umum, kemudian istilah drama diartikan perbuatan atau gerak dalam fungsinya untuk menyatakan perbuatan manusia. Drama berasal dari Greek, dari kata kerja dan artinya berbuat drama berarti mengutamakan perbuatan. Dari bahasa Yunani kata drama berasal dari kata dran yang artinya melakukan sesuatu. Drama merupakan komposisi literar yang menyampaikan sebuah cerita umumnya mengenai konflik kemanusiaan dengan menggunakan dialog atau gerak sebagai alat untuk diperankan actor di atas panggung. Drama dapat dikelompokkan menjadi drama naskah dan drama pentas
Drama naskah sebagai satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog. Unsur terpenting drama adalah teks drama. Teks drama menurut Usul Wiyanto (dalam Didik komaidi, 2007:230) adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Teks drama memuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan tokoh dalam cerita, dan keadaan panggung yang diperlukan. Sedangkan unsur dasar teks drama menurut Nursantara (2004: 136-137) adalah tema, plot, dialog, karakter, bahasa, ide, pesan, dan setting.
Luxemburg (1984) mengatakan bahwa teks drama merupakan teks yang berupa dialog-dialog dan isinya membentanngkan sebuah alur. Teks drama dapat diberi sebuah batasan sebagai salah satu karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Teks drama ditulis dengan dasar untuk dipentaskan bukan untuk dibaca. Sayuti (2001: 79-81) menyampaikan langkah-langkah menulis teks drama yaitu (1) preparasi atau persiapan yaitu tahap pengumpulan informasi dan data yag dibutuhkan, (2) inkubasi atau pengendapan, saat mengolah ‘bahan mentah’ diperkaya melalui inkubasi pengetahuan dan pengalaman yang relevan, (3) Iluminasi yaitu penulisan karya (penciptaan) dapat diselesaikan, (4) verifikasi atau tinjauan secara kritis. Pada tahap ini, seorang penulis melakukan evaluasi karya ciptaanya, self evaluation.
Pembelajaran menulis teks drama dalam penelitian ini adalah untuk melatih keterampilan siswa dalam menulis teks drama dengan baik dan benar, serta sesuai dengan kaidah penulisan drama. Pembelajaran menulis teks drama tidak akan maksimal tanpa terlebih dahulu dilakukan latihan. Latihan menulis teks drama dilakukan secara bertahap agar siswa mampu menulis teks drama dengan benar.
Waluyo (2003:159) menyatakan bahwa latihan menulis yang berkaitan dengan drama dapat berupa menulis drama (sederhana), menulis synopsis drama, dan menulis resensi (teks drama maupun pementasan drama). Tugas menulis itu dapat dilakukan secara individu maupun secara kelompok. Hasilnya dapat dilaporkan kepada guru secara tertulis, dapat juga dibaca di depan kelas.
Drama pentas sebagai suatu ketrampilan yaitu dengan mementaskan drama sebagai hidup manusia yang dilukiskan dengan action. Hidup manusia dilukiskan dengan action itu terlebih dahulu dituliskan, maka drama, baik naskah maupun pentas berhubungan dengan bahasa sastra. Telaah drama harus dikaitkan dengan sastra. Pementasan drama atau bermain drama dalam konteks pengajaran berbasis kompetensi tidak harus pentas secara besar. Pementasan drama di kelas atau sebagai kegiatan ekstrakulikuler dapat dilaksanakan dengan sederhana. Pada pementasan sederhana dipilihkan fragmen singkat dari suatu bacaan, kemudian diperankan oleh siswa dengan pelaku pada fragmen yang bersangkutan. Pada pementasan ini dilakukan secara lugas dan tidak perlu tata rias.

2. Pendekatan Kontekstual
a. Definisi CTL
Istilah kontekstual berasal dari bahasa latin con dan textum yang berarti merangkai. Dalam bahasa Inggris kata kontekstual memiliki makna yang berlaitan dengan konteks. Secara umum, kontekstual mempunyai arti yang berkenaan, ada hubungan, relevansi atau keterkaitan
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inkuiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas 2002:5).
Nurhadi dan Senduk (2003:5) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi, dan masalah yang memang ada dalam dunia nyata.
Nurhadi (2004:106) menyampaikan bahwa penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut: (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, (2) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik, (3) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, (4) ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok), (5) hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran, (6) lakukan refleksi di akhir pertemuan, (7) lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Lebih lanjut Nurhadi (2004:107) menyampaikan ciri kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual yakni: (1) pengalaman nyata, (2) kerjasama, (3) saling menunjang, (4) gembira, (5) belajar bergairah, (6) pembelajaran terintegrasi, (7) menggunakan berbagai sumber, (8) siswa aktif dan kritis, (9) menyenangkan, tidak membosankan, (10) sharing dengan teman, (11) guru kreatif.

b. Karakteristik CTL
Ada lima karakteristik yaitu :
1. CTL merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.
3. Pemahaman pengetahuan.
4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya.
5. Melakukan refleksi.

c. Asas – asas dalam Pembelajaran Contekstual
1. Konstruktivisme
2. Menemukan (Inquiry)
3. Bertanya (Questioning)
4. Masyarakat Bertanya (Learning Community)
5. Permodelan (Modelling)
6. Refleksi (Refleksion)
7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assesment)

Dari asas-asas di atas yang paling sesuai dengan pembelajaran kontekstual pada drama adalah asas permodelan. Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswanya.
3. Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran drama di SMA menggunakan asaz permodelan
Penerapan drama di SMA biasanya pada lingkup kecil, misalnya seorang guru memberikan tugas membuat dialog drama, lalu siswa belajar memperagakannya dalam kelas, setelah itu guru memberikan nilai dan koreksi agar lebih baik lagi. Sedangkan dalam lingkup yang lebih besar biasanya dalam suatu Sekolah mempunyai kelompok teater. Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas, teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Teater bisa juga diartikan sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
Berdasarkan paparan pengertian kontekstual dapat diperjelas penerapannya sebagai berikut :
1. Pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, yaitu proses berorientasi secara langsung, dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa hanya menerima materi saja akan tetapi proses mencari dan menemukanmeteri drama tersebut.
2. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata, yaitu siswa dituntut dapat menangkap hubungan antara pengalaman yang diperoleh dari drama di sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat, hal ini akan memperkuat dugaan bahwa materi yang telah dipelajari akan tetap tertanan dalam memori siswa, sehingga tidak anak mudah terlupakan.
3. Pembelajaran kompetisi mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran kompetisi tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi hidup.
Dalam komponen CTL permodelan, yaitu proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswanya. Model tersebut dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, menirukan gerakan, mengucapkan ulang dan lainnya. Dalam pembelajaran kontekstual sebagian guru memberikan contoh tentang cara kerja sesuatu sebelum siswa melaksanakan drama. Guru bukanlah satu-satunya model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, model juga dapat didatangkan dari luar lingkungan sekolah, misalnya masyarakat, orangtua, dan lainnya.
Dalam permodelan sangat tepat dalam pembelajaran drama, karena drama melakukan sikap, gerak,karekteristik orang lain yang bisa juga kebalikan sifat dari pelaku drama itu sendiri. Mereka akan belajar bagaim,ana menjadi orang lain, misal dengan watak antagonis, protagonis,maupun tritagonis. Semua bisa diperankan dan dipelajari untuk menjajagi perasaan, menambah pengetahuan tentang sikap, nilai-nilai dan persepsinya, mengembangkan ketrampilan dan sikapnya dalam pemecahan masalah dalam drama. Sehingga siswa bisa menempatkan diri seperti watak oranglain, dapat mengakui pendapat oranglain, sehingga menumbuhkan sikap salingpengertian, tenggang rasa, toleransi, dan cinta kasih terhadap sesama manusia.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Drama merupakan komposisi literar yang menyampaikan sebuah cerita umumnya mengenai konflik kemanusiaan dengan menggunakan dialog atau gerak sebagai alat untuk diperankan aktor di atas panggung. Drama dibagi menjadi dua,yaitu pertama mempelajari teks drama , biasanya dalam bentuk teks dialog drama. Kedua berupa pementasan drama, biasanya dalam bentuk action drama atau pentas.

B. Saran
1. Bagi Guru
Dalam pembelajaran drama menggunakan pendekatan kontekstual sebaiknya seorang guru harus menerangkan kapada siswa tentang pengertian drama, bagaimana cara bermain drama,dengan pendekatan kontekstual yang telah dipelajari. Menerangkan tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik, dan mengajari secara langsung adegan dalam drama agar anak lebih fokus langsung, dan dapat menerapkannya dengan baik, sehingga akan diperoleh hasil yang m,aksimal falam pementasan drama.
Namun jika soorang guru tidak mempunyai pendekatan yang menjadi dasar dalam pembelajaran dan menguasai pendekatan yang diambil, maka siswa pun tidak mendapatkan pengajaran yang benar, sehingga tidak akan diperoleh hasil pementasan yang maksimal.


2. Bagi Siswa
Bagi siswa SMA yang mempunyai bakat dalam bermain drama, hendaknya mampu memupuk bakatnya dengan mengikuti pelatihan drama, mangikuti sanggar kesenian drama, bahkan untuk forum yang lebih besar bisa mangikuti teater Sekolah melalui kegiatan ekstrakulikuler. Dan siswa hendaknya belajar dari yang diajarkan guru, teman drama,buku,dan sumber lainnya yang mampu mendukung pementasan dramanya agar berhasil maksimal.




DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan sistem. Jakarta : Bumi aksara.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Sagala,Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Andayani.2009. Pendekatan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta : Widya Sari

Rosyidah, Umi. 2009. Penerapan Model Pembelajaran CTL untuk meningkatkan Motivasi dan Keaktifan Siswa. Surakarta : UNS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar